Minggu, 24 Juni 2018

Dampak Keberadaan Liga Arab Bagi Negara-negara di Timur Tengah


Dampak  Keberadaan Liga Arab Bagi Negara-negara di Timur Tengah
Liga Arab sebagai Organisasi Internasional antar negara-negara dengan latar belakang ras dan budaya Arab tentunya memberi dampak terhadap perkembangan Negara-negara anggotanya, khususnya dikawasanTimur Tengah.Sesuai dengan tujuan didirikannya Liga Arab yakni  untuk mendekatkan hubungan diplomatik antar Negara-negara Arab dengan asas persatuan. Diharapkan dapatterwujudnya kemakmuran bagi Negara-negara anggotanya dan juga dapatterjalin hubungan yang harmonis dan perdamaian di Negara-negara Timur Tengah. Seperti yang tertuang dalam Piagam Liga Arab;
Dalam Piagam Liga Arab dinyatakan bahwa Liga Arab bertugas mengkoordinasikan kegiatan ekonomi, termasuk hubungan niaga; komunikasi; kegiatan kebudayaan; kewarganegaraan, paspor dan visa; kegiatan sosial dan kegiatan kesehatan. Dalam piagam ini juga melarang para anggotanya untuk menggunakan kekerasan terhadap satu sama lain. (tegerbangun366.blogspot.com)  
Pada awal pembentukannya Liga Arab juga memiliki tujuan untuk memerdekakan Negara-negara Arab yang masih dijajah.Salah satunya Palestina yang hingga kini masih berada dalam cengkraman Israel.Dalam perkembangan selanjutnya Liga Arab juga turut banyak berkontribusi dalam perkembangan Timur Tengah. Dampak-dampaknya terasa dalam berbagai aspek, namun disini akan dibahas dua aspek paling penting yakni dampak terhadap perekonomian dan dampak terhadap situasi politik Timur Tengah.
Dampak Ekonomi
Salah satu tujuan pembentukan Liga Arab adalah untuk membantu pertumbuhan ekonomi Negara-negara Arab.Maka dari itu Liga Arab berupaya untuk mendorong kemajuan Ekonomi anggotanya melalui kerjasama Ekonomi yang adil dan menguntungkan bagi Negara-negara pengikutnya.Dalam bidang Ekonomi salah satu upayanya adalah  pembentukan perjanjian Pelaksanaan Kerjasama Ekonomi Arab ( Joint Arab Economic Action Charter).
Jika dilihat dari sisi ekonomi, Liga Arab merupakan suatu organisasi regional yang sangat menjanjikan bagi tiap-tiap anggota yang masuk didalamnya. Dengan program yang dijalani, yaitu pasar bersama, pendirian Bank Pembangunan Arab dan lain sebagainya yang berhubungan dengan perekonomian.http://poltimteng.blogspot.co.id/2009/11/liga-arab.html Namun tentu saja masih banyak masalah-masalah ekonomi yang harus diselesaikan Liga Arab.
Minyak merupakan sumber ekonomi terbesar bagi Negara-negara di kawasan Timur Tengah.Namun tak semua Negara anggota Liga Arab merupakan Negara penghasil minyak yang besar.Adapula Negara-negara yang tidak memiliki tambang besar minyak bumi, diantaranya Mesir, Yordania, dan Tunisia.Negara-negara tersebut kemudian mengandalkan masukan dari sektor non-minyak seperti pariwisata, pertanian, pelabuhan dan Industrialisasi.Penduduk di negara-negara yang tidak mengandalkan minyak sebagai penopang perekonomian masih banyak yang berada di garis kemiskinan.Hal inilah yang menjadi pekerjaan rumah bagi Liga Arab.
Sementara itu Negara-negara yang mengandalakan sektor minyak umumna adalah Negara-negara yang secara gegrafis berada dikawasan Teluk Arab yang kaya akan minak bumi. Diantaranya Bahrain, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, dan Oman.
Dampak Politik
Berikut adalah peran Liga Arab dalam penyelesaian konflik di daerah Timur Tengah.
Peran Liga Arab dalam Penyelesaian Konflik Israel-Palestina
Pada masa awal pembentukan Liga Arab, masalah Palestina menjadi pokok pembahasan yang utama.Konflik Israel-Palestina bergolak sejak diproklamirkannya Israel sebagai sebuah negara oleh David ben Gurion pada 14 Mei 1948.Berdasarkan Deklarasi Balfour pada bulan November 1917. Dalam deklarasi tersebut dikatakan:
“Pemerintah Inggris menyetujui didirikannya sebuah tanah air bagi bangsa Yahudi di Palestina, dan berusaha dengan sebaik-baiknya untuk melancarkan  pencapaian tujuan ini, setelah dipahami secara jelas bahwa tidak akan dilakukan  sesuatu yang dapat merugikan hak-hak sipil dan hak-hak keagamaan komunitas non Yahudi yang ada di Palestina, atau hak-hak dan status politik yang dinikmati oleh setiap bangsa Yahudi di negara lain” (Bakar, 2008)
Liga Arab sebagai sebuah wadah yang mempunyai tujuan untuk kemerdekaan bagi negara-negara Arab seharusnya menjadi sebuah harapan untuk menjadi penengah dalam konflik yang telah berlangsung lama tersebut.Walaupun dapat dipahami ketika konflik ini mulai bergulir yaitu pada tahun 1948, Liga Arab masih sangat muda untuk mengatasi masalah yang krusial tersebut, usianya pada saat itu adalah 3 tahun.Liga Arab akhirnya hanya mengandalkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyelesaikan konflik Israel-palestina.
Sekretaris Jenderal Liga Arab Amr Moussa dalam Lesly Agistania (2010) berpendapat bahwa "Hendaknya ada perubahan dalam arah proses perdamaian, dengan menjadi  penengah yang memahami kebutuhan dua pihak, dan bukan satu pihak."
Sampai saat ini, Liga Arab masih berusaha membantu menyelesaikan konflik antara Palestina dan Israel.Salah satu peran yang bisa dilihat adalah keputusan Liga Arab dalam Konferensi Tingkat Tinggi di Beirut, Maret 2002.(KTT Liga Arab di Beirut memutuskan mendukung perjuangan rakyat Palestina).
Peran Liga Arab dalam Krisis Teluk I
Perang Irak-Iran dalam perang Teluk disebabkan banyak faktor,salah satu yang paling penting adalah masalah historis.  Meskipun berada di dekao kawasan Timur Tengah dan mayortias penduduknya muslim, namun Iran tidak termasuk ke dalam Liga Arab. Hal itu karena Iran bukanlah termasuk bangsa Arab, tetapi bangsa Parsi yang sejak lama dikenal memiliki hubungan kurang harmonis dengan bangsa Arab.Hal ini kemudian berpengaruh pula pada sikap Liga Arab terhadap Perang Teluk I.
Ketika Irak melakukan invasi ke wilayah Iran, Liga Arab bersikap netral dengan tidak ikut campur terhadap masalah tersebut.Namun 180 derajat berubah ketika situasi perang berbalik menguntungkan Iran. Ketika pasukan Irak mulai terjepit dan Iran mengancam akan meruntuhkan pemerintahan Saddam Husein maka Liga Arab merasa harus ikut campur dalam urusan ini, karena hal itu menyangkut kedaulatan Negara anggotanya. Bantuan dana bahkan diberikan oleh beberapa Negara sahabat Irak didalam Liga Arab.
Peran Liga Arab dalam Krisis Teluk II
Invasi Irak ke Kuwait menimbulkan reaksi dunia Internasional.Liga Arab dalam konferensi di Kairo mengeluarkan pernyataan bahwa Irak harus segera menarik mundur pasukannya dari Kuwait.Pada tanggal 8 Agustus1990 As, Inggris, Prancis, Australia dan Negara Liga Arab melakukan operasi Perisai Gurun (Desert Shield Operation).Operasi ini belum melakukan penyerbuan terhadap Irak di Kuwait barulah sejak  17 Januari 1991, operasi diubah menjadi operasi Badai Gurun (Desert Storm Operation) dibawah Jendral Norman Schwarzkpf (AS).(www.penasejarah.com) Serangan militer secara besar-besaran tersebut akhirnya mampu melumpuhkan kekuatan militer Irak hingga memaksa Presiden Saddam Husein untuk memerintahkan pasukannya mundur dan menyepakati gencatan senjata.Irak pada akhirnya menerima semua saratyang diajukan pihak sekutu dan Liga Arab.
Peran Liga Arab dalam Krisis Teluk III
Selama perang Teluk I memang Saddam mendapat bantuan ekonomi dan militer besar-besaran dari Amerika Serikat dan juga Uni Soviet, Perancis dan Inggris.Tetapi bantuan itu semata-mata karena khawatir terhadap ancaman Revolusi Islam rezim Khomeini.Karena itu bagi Amerika Serikat dan sekutu dari Baratdan Arab kemungkinan kekalahan Baghdad pada perang Irak Iran harus dicegah sekuattenaga. (Nur Ika Hening Wijayanti, 2006: 65, Skripsi)
Karena itulah ketika kepentingannya bersama Irak telah usai Amerika tak memiliki lagi kepedulian terhadap Negara itu.  Kemudian ketika  Amerika merasa terancam dengan kekuatan Irak, Amerika mulai mencari-cari alasan untuk menyerang Irak. Upaya legitimasi dari PBB terus diusahakan Amerika dengan mengajukan beragam alasan.Namun takada satupun yang dapat diterima. Bahkan hingga Amerika melakukan invasi ke Irak pada 2003 dunia Internasional mengecam serangan tersebut karena Amerika tak memiliki alasan yang kuat atas tindakannya itu. Alasan yang diajukan Amerika sangat mengada-ada dan terlihat jelas tak masuk akal dan tidak terbukti.Namun dunia Internasional tak dapat mencegah tindakan Amerika yang memiliki kekuasaan superior itu.Bahkan Liga Arab pun tak berkutik dan hanya bisa menjadi penonton.
Peran Liga Arab dalam Penyelesaian Konflik Suriah
Peran liga Arab dalam penyelesaian konflik Suriah dilansir dalam media Antara News (25/4) menyatakan bahwa pemerintah Suriah, Rabu (24/4), menolak  peran apa pun oleh Liga Arab dalam penyelesaian krisis di negerinya, dan menyatakan Damaskus akan berhubungan dengan Utusan Gabungan PBB-Liga Arab Lakhdar Brahimi hanya sebagai wakil PBB. "Suriah telah bekerjasama dengan Brahimi dan akan terus melakukan itu dalam konteks dia hanya sebagai utusan PBB, sebab Liga Arab memihak persekongkolan melawan Suriah," kata Kementerian Luar Negeri Suriah, sebagaimana dilaporkan Xinhua.
Peran Liga Arab sebagai organisasi regional sebenarnya sangat diharapkan dalam penyelesaian konflik ini.Namun demikian, kewenangan yang terbatas membuat Liga Arab seakan mandul dalam membantu Suriah menemukan jalan keluar dari konflik berkepanjangan yang mereka hadapi. Peran Liga Arab mulai muncul ketika pada konferensi terakhir di Doha, Qatar, Liga Arab memberikan kursi perwakilan Suriah kepada pihak oposisi, bukannya kepada rezim Assad yang secara administratif masih memiliki legitimasi sebagai pemerintahan di Suriah. Hal ini lalu menggiring pada pertanyaan menarik mengenai apa sebenarnya motif di  balik sikap Liga Arab tersebut. (Middle East Studies Indonesia, 2013) Maka dalam hal ini Liga Arab seperti tidak punya power untuk memaksa ataupun mengintervensi masalah ini. Akibatnya, mereka hanya nampak seperti  penonton saja. Liga Arab hanya bisa bertindak di luar konflik dan di luar Suriah.


DAFTAR PUSTAKA
Bakar, A. (2008). Berebut Tanah Suci Palestina. Yogyakarta: Insan Madani. Azhari, D. I.
Pengaruh Pan Arabisme terhadap Efektivitas Liga Arab. Jurnal Ilmiah. Lesly, A. (2010).
Nn. (t.t) Peran Liga Arab dalam Penyelesaian Konflik perselisihan Israel-Palestina. [online] tersedia: http://diplomacy945.blogspot.com/2010/06/peran-liga-arab-dalam-penyelesaian.htmlhttp://politik.kompasiana.com/2012/12/09/israel- palestina-dan-pan-arabisme-baru-sejarah-tanah-berdarah-514601.html. Diakses pada tanggal 7 April 2016.
Middle East Studies Indonesia.(2013).Liga Arab dan Konflik Suriah.http://middleeasti ndonesia.wordpress.com/2013/06/10/resume-diskusi-liga-arab-dan-konflik-suriah/ Wibisono, K. (2013).
Liga Arab dan Konflik Suriah.[online] tersedia: http://www.ant aranews.com/berita/371174/suriah-tolak-peran-liga-arab-dalam-penyelesaian-krisis. Diakses pada tanggal 7 April 2016.
Nn. 10 Februari 2010.Organisasi Regional: Liga Arab (Leuge of Arab States). [Online].Diakses tanggal 7 April 2016.
Nn. Rabu 4 November 2009. Liga Arab. [Online].Diakses tanggal 7 April 2016.
Nur Ika Hening Wijayanti. 2006. Intervensi Amerika Serikatterhadap Irak dalam Perang Teluk III Tahun 2003.Skripsi.FKIP. UNS


Pemilu 1982 dan Pemilu 1987
Pemilu 1982 dan Pemilu 1987 merupakan salah satu dari perhelatan akbar setiap 5 tahun untuk memilih wakil rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)  serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah  (DPRD)  Tingkat I Provinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya se-Indonesia.
Pemilu pada masa Orde Baru bisa disebut hanya menjadi formalitas belaka untuk melegitimasi kekuasaan  rezim diktator yang berkuasa. Soeharto yang sangat menganggungkan Pancasila menampilkan dirinya sebagai tokoh kesatria yang selalu membela dan menjaga keutuhan Pancasila, karena dirinya dapat naik ketampuk kekuasaan dengan menjadikan pembelaan terhadap Pancasila sebagai batu loncatan. Maka figure dirinya yang ingin ditampilkan pun adalah sebagai kesatria pembela Pancasila, jadi jika ia melanggar dasar  Negara maka ia merusak citra dirinya. Karena itu Soeharto tetap mengikuti aturan yang berlaku dengan mengadakan Pemilu. Tetapi Pemilu pada masa Orde Baru di desain untuk selalu memenangkan Rezim yang berkuasa. Lawan-lawan politiknya dikerdilkan agar tidak menjadi ancaman serius. Caranya adalah dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan dan peraturan. Terdapat beberapa kebijakan pemerintah yang dibuat untuk menjalankan kepentingan rezim Orba. Salah satu kebijakan yang dibuat pemerintah adalah Asas Tunggal Pancasila, kebijakan yang menerapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas atau ideologi ini mendapatkan kritikan dan banyak pula yang setuju dan tidak setuju.
Kebijakan asas tunggal tidak hanya satu-satunya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru, ada beberapa kebijakan sebelum asas tunggal yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru. Awal sebelum dicetuskan Asas tunggal dibuat kebijakan fusi partai, tahun 1973 pemerintah mengambil kebijakan penyederhanaan partai. Menurut banyak perwira Angkatan Darat, sistem banyak partai merupakan faktor penghambat tercapainya konsensus nasional tentang dasar serta tujuan negara. Menurut pendapat yang pro fusi partai bahwa partai-partai hanya melakukan oposisi demi kepentingannya dan kurang memperhatikan program-program pembangunan. Karenanya, kebijakan penyederhanaan partai merupakan alat yang efektif untuk mengontrol partai dan memusatkan kekuaaan ditangan penguasa. Fusi ini juga diharapkan akan menjadikan nkekutaan partai lawan menjadi mandul.”Proses pemandulan parpol tidak hanya akibat faktor eksternal –berupa rekayasa dan campur tangan pemerintah terhadap urusan-urusan internal organisasi, tetapi juga saling terkait dengan faktor internal seperti lemahnya kesatuan organisasi, dan yang terpenting adalah lemahnya kualitas anggota” (Haris, 1998 : 163).
Sejak Golkar lahir memang tidak lepas dari peran militer. Apabila hubungan ABRI dengan PPP dan PDI lebih banyak diwarnai dengan intervensi terutama yang menyangkut suksesi kepemimpinan partai dan masa-masa kampanye pemilihan umum, hubungan ABRI dan Golkar  lebih banyak bersifat simbolis mutualisme (saling menguntungkan). Bahkan dalam sturuktur politik yang di bangun selama masa Orde Baru dapat dikatakan bahwa hubungan ABRI dan Golkar tak terpisah. Hal ini dapat di pahami karena ABRI-lah yang membidani kelahirannya Golkar.
Selain mendominasi kepengurusan DPP Golkar dan menjadi sumber dana bagi Golkar, dukungan militer terhadap Golkar juga tercermin dalam banyaknya penggunaan kekerasan politik (intimidasi) oleh aparat militer pada masa dalam pelaksanaan pemilu 1977. Kekerasan politik yang dilakukan oleh ABRI pada pemelihan umum pada tahun 1971 dan tahun 1977 sangat menonjol jika dibandingkan dengan pemilu yang dilaksanakan pada periode berikutnya.
Penerapan Asas Tunggal Pancasila baru disahkan pada 1985 dan penerapannya dalam politik praktis dimulai dalam Pemilu 1987. Penerapan Asas Tunggal Pancasila bertujuan untuk melemahkan kekuatan Islam. Pada Pemilu 1982 pemerintah memang berhasil mereduksi jumlah peserta pemilu, namun fusi kepada golongan Islam ternyata justru memberi jalan bagi kekuatan-kekuatan Islam untuk bersatu, maka dari itu pemerintah berusaha untuk memecah konsolidasi persatuan kekuatan Islam ini dengan menyusutkan pengaruh ideologi Islam dalam tubuh partai Islamnya itu sendiri dan menggantikannya dengan spirit Pancasila.
Kesimpulannya baik Pemilu 1982 maupun pemilu 1987 merupakan hasil kongkrit dari kesuksesan Rezim Soeharto dalam mengamankan kekuasaanya. Pada Pemilu 1982 pemerintahan menggunakan strategi fusi partai untuk mengkerdilkan kekuatan lawan-lawan politiknya. Secara tidak langsung tujuan fusi ini selain untuk mereduksi jumlah partai peserta Pemilu tetapi juga untuk mengadu domba beberapa kekuatan serupa yang ada dalam satu wadah partai yang sama, sehingga meskipun satu partai terdiri dari satu persepsi tetapi memliki ideology dasar yang berbeda. Hal tersebut sukses diterapkan pada PDI yang kekuatannya tak begitu mencuat namun justru menjadi boomerang ketika diterapkan pada partai Islam karena justru PPP menjadi semakin solit dengan kekuatan Islam yang disatukan. Maka untuk melemahkan kekuatan Islam pemerintah mengeluarkan kebijakan Asas Tunggal Pancasila dimana seluruh partai dipaksa untuk menjadikan Pancasila sebagai asas atau ideologi partainya. Hal ini tidak hanya berlaku pada partai politik tetapi juga untuk semuluruh organisasi di Indonesia. Hasilnya pada Pemilu 1987 PPP mengalami penyusutan suara yang signifikan.



Peristiwa Tanjung Priok


Peristiwa Tanjung Priok
Dalam makalah disebutkan bahwa Tanjung Priok adalah salah satu wilayah basis Islam yang kuat di Jakarta. Maka tingkat fanatisme Islam disini sangat kental sekali. Peristiwa Tanjung Priok adalah pelanggaran HAM yang dilakukan aparat keamanan pada tanggal 12 September 1984 dalam upaya membubarkan demonstrasi yang terjadi di Tanjung Priok. Peristiwa ini diawali oleh tindakan oknum ABRI, bernama Sersan Satu Hermanu yang mendatangi mushala As-Sa’adah untuk menyita pamflet atau brosur berbau ‘SARA’ yang memuat politik menentang pemerintah. Memang pada masa Orba peran militer dalam kehidupan masyarakat sangat dominan, mulai dari perpolitikan nasional sampai dengan wilayah pedesaan semuanya selalu dihiasi dengan kehadiran dan keikutsertaan militer. Tujuannya adalah untuk melanggengkan pemerintahan dari rezim yang berkuasa yang berasal dari kalangan militer, yakni rezim Soeharto atau yang lebih dikenal rezim Orde Baru.
Peristiwa tanjung Priok adalah salah satu contoh dari sekian banyak perisitwa berdarah di negeri ini yang terjadi pada masa Orde Baru dimana militer memiliki andil besar dalam mengakibatkan peristiwa tersebut menjadi begitu pelik dan menimbulkan banyak korban. Perisitiwa Tanjung Priok adalah pelanggaran HAM yang terjadi akibat dari sistem politik yang dibentuk oleh Soeharto dimana militer diberi kebebasan dan kekuatan untuk ikut campur dalam segala sisi kehidupan masyarakat sipil.
Pada masa awal pemerintahannya sampai pada pertengahan pemerintahannya Soeharto dikenal tidak terlalu dekat dengan golongan Islam. Hal itu dapat tercermin diantaranya pada penerapan asas tunggal Pancasila yang dipaksakan kepada seluruh ormas dan partai Islam. Akibatnya hubungan anatar rezim penguasa dengan golongan Islam menjadi semakin renggang. Bahkan penerapan Asas Tunggal Pancasila ini member dampak pada peristiwa ini, seperti yang dikatakan oleh Fatwa (2005 : 173) bahwa “secara tidak langsung penolakan masyarakat terhadap Asas Tunggal Pancasila inilah yang menyebabkan memanasnya situasi”. Rezim Orde Baru adalah rezim yang berlindung pada kekuatan kepitalis barat, maka itu sangat sekuler. Ideologi Islam dianggap sebagai ancaman serius bagi kelangsungan rezim Soeharto.
Perisitiwa Tanjung Priok diawali oleh peristiwa kecil yang sebenarnya bisa diselesaikan secara musyawarah, namun menjadi besar karena arogansi militer yang tidak mau mengalah ditambah fanatisme tinggi dari massa yang menjadi korban. Sikap kedua pihak tersebut terbentuk dari suhu politik yang diciptakan di kalangan pejabat tinggi dan tokoh – tokoh nasional. Seperti yang telah dijelaskan diatas keajdian di perpilitikan nasional yang memberi dampak pada peristiwa ini yakni ide mengenai pemberlakukan penerapan Asas Tunggal Pancasila dan Dwi fungsi ABRI yang memberi ruang bagi militer untuk mengobok-obok kehidupan masyarakat sipil. Fakitor ketiga yakni dominasi ekonomi dari segelintir golongan yang mengakibatkan kecemburuan sosial, sedang pemnerintah pun dianggap lebih pro dan menguntungkan segelintir golongan tersebut, yakni golongan kapitalis Barat  dan China. Rakyat menganggap bahwa pemerintah tidak lagi memihak kepada rakyat, maka sikap apatis kepada aparat pun muncul.
Jadi kesimpulannya peristiwa Tanjung Priok adalah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat militer dan merupakan dampak sosial secara tidak langsung dari kebijakan politik pemerintah pada masa Orde Baru yang seringkali menekan kehendak rakyat yang tidak sesuai dengan kepentingan rezim. Untuk kasus ini yang menjadi pemicunya adalah kebijakan asas tunggal Pancasila.


Kamis, 21 Juni 2018


Peradaban Sungai Gangga dan Sejarah Agama Hindu

Bangsa Arya dikenal sebagai bangsa nomaden yang sering berkelana. Kehidupan mereka didominasi oleh kegiatan berternak daripada bertani. Bangsa arya juga adalah bangsa yang senang mengembangkan seni berperangnya, sehinga tak jarang dalam perkelanaannya mereka melakukan penaklukan terhadap bangsa lain.



Bangsa Arya memasuki India  melalui celah Khyber dan melakukan kontak fisik dan budaya dengan bangsa Dravida yang telah membentuk peradaban tinggi dilembah sungai Indus. Di sana kemudian Bangsa Arya terus menyebar hingga memasuki wilayah sungai Gangga. Dipinggiran sungai Gangga inilah kemudian berkembang peradaban baru yang disebut peradaban Sungai Gangga dengan bangsa pendukungya adalah bangsa Arya. 



Peradaban bangsa Arya muncul di sungai Gangga Karena faktor alamnya yang lebih memungkinkan untuk ditaklukan dibandingkan sungai Indus ketika meeka mencapainya. Daerah sungai Indus saat itu telah menjadi kawasan yang gersang dan sering terjadi banjir, hal itu disebabkan oelh ekspoitasi alam secara besar-besaran oelh bangsa Dravida selama beberapa generasi utnuk membangun peradaban Mohenjodaro dan Harappa.
Dari asalnya bangsa Arya telah membawa ajaran Weda yang kemudian bersinkretisme dan berakuluturasi dengan kepercayaan dan budaya bangsa Dravida. Perpaduan antara bangsa Arya dan bangsa Dravida kemudian akan membentuk bangsa baru yang menamakan dirinya Bangsa Baratha, dari sanalah kita mengenal epic Baratha dan bahkan nama itu menjadi nama resmi Negara India hingga kini, yakni Republik Baratha.





Tahapan perkembangan agama bangsa India terbagi menjadi beberapa fase, yakni :
1)      Weda.
Lebih menekankan kepada pembacaaan kitab-kitab Weda. Adapun kitab Weda dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
·         Reg Weda , berisi sayir-syair pemujaan dewa-dewa.
·         Sama Weda, berisi nyanyian-nyanyian untuk pemujaan para dewa.
·         Yayur Weda, memuat bacaan-bacaan yang dipergunakan untuk keselamatan.
·         Atharwa Weda, memuat ilmu sihir untuk menghilangkan mara bahaya.

2)      Brahmana
Lebih menekankan kepada upacara keagamaan yang memberi sesajen atau pengorbanan bagi para Dewa. Pada fase ini dominasi kaum Brahmana lebih besar.

3)      Upanishad.
Secara terminologi artinya duduk menghadap. Ajaran ini merupakan bentuk perlawanan terhadap ajaran fase Brahmana dimana kaum Brahmana memonopoli agama. Ajaran Upanishad menekankan kepada semedi atau kontemplasi diri, salah satu bentuk ajarannya yakni Yoga.

4)      Budha
Budha adalah perkembangan dari ajaran Upanishad. Ajaran ini dicetuskan oleh Sidarta Gautama yang merupakan seorang pangeran dari kerajaan Kapliwastu.. Inti ajaran agama Budha adalah bahwa hidup adalah penderitaan, penderitaan ada karena nafsu. Agar terbebas dari penderitaan maka harus menghilangkan nafsu, yakni dengan cara menempuh 8 jalan kebenaran.dalam ajarannya Budha tidak pernah menyentuh soal-soal ketuhanan dan lebih banyak mengajarkan kepada falsafah kehidupan. Adapun Tuhan dalam agama Budha dikenal dengan konsep;
Asatang – tidak berawal
Ajatang – tidak berakhir
Abutang – tidak beranak
Asamkatang – tidak diperanakan
5)      Hindu
Dewa-dewa direduksi jumlahnya. Dikenal konsep Trimurti; tiga dalam satu.
Brahma : Dewa pencipta. Istrinya Dewi Saravasti : Dewi Kesenian
Wisnu : Dewa pemelihara Istrinya Dewi Laksmi/ Sri : Dewi kesuburan
Syiwa : Dewa  penghancur  istrinya Dewi Durga : Dewi kematian

Sumber :
Ari, Listiyani, Dwi. 2009. Sejarah untuk SMA/MA kelas X. Jakarta : Pusat perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Aizid, Rizem. 2014. Kitab Sejarah Terlengkap Peradaban-peradaban Besar Dunia; Dari Sebelum Masehi hingga Modern. Jogjakarta : Penerbit Laksana.
Dalal, Anita. 2011. Arkeologi Menguak Masa Lampau India Kuno. Jakarta : National Geograpich Society.

Peradaban Lembah Sungai Indus


Peradaban Lembah Sungai Indus
·         Letak Geografis.



Jika dilihat dari peta wilayah kini, peradaban lembah sungai Indus berada  berada di wilayah Negara Pakistan. Peradaban Sungai indus adalah tipe peradaban sungai, artinya muncul dari masyarakat yang awalnya mendiami sepanjang pesisir sungai indus.


       Manusia pendukung

Manusia Pendukung peradaban ini adalah dari ras Austroloid dengan ciri fisik bertubuh pendek, kulit hitam, hidung pesek, bibir tebal, dan berbadan tegap.



·         Peninggalan sejarah

Peninggalan sejarah yang terpenting dari peradaban ini dalah penemuan bekas reruntuhan dua kota besar yang ada di sekitar sungai Indus. Kota tersebut dikenal dengan Mohenjodaro dan Harappa. Dari sana juga ditemukan beberapa peninggalan arkeologis lainnya seperti arca, stempel, dan tulang belulang manusia


Berikut video reruntuhan kota Harappa  

 
·         

    Penyebab keruntuhan

Muncul beberapa Teori mengenai keruntuhan peradaban lembah sungai Indus, diantaranya :
    1)   Bencana Alam
 Diduga hancur oleh bencana alam gempa bumi atau gunung meletus  karena letaknya yang berada dibawah kaki gunung.
    2)   Wabah penyakit
  Tim ilmuwan yang terlibat dalam penelitian membuktikan adanya trauma dan penyakit menular yang terlihat jelas pada kerangka manusia yang diambil dari tiga pemakamn di kota Harappa, Diantaranya penyakit menular kusta dan TBC.
    3)    Serangan dari bangsa lain.
 Bangsa yang diduga menyerang dan menghancurkan peradaban ini adalah bangsa Arya yang dari barat melalui celah Khyber. Bangsa Arya dikenal sebagai bangsa nomaden yang suka menaklukan wilayah yang ditemuinya. Bukti pendukung teori ini adalah dari penelitian terhadap tulang belulang ditemukan bayak bukti kekerasan yang dialamai. Selain itu dalam kitab weda juga disebutkan mengenai  bagsa yang ditaklukan ialah dasyu atau tidak berhidung.


Rabu, 20 Juni 2018

Muqadimah


Hasil gambar untuk Tuhan

Okey jadi sesuai judul blog ini "Semua ada sejarahnya kecuali Tuhan".  Jadi blog ini adalah tulisan-tulisan tentang sejarah, dan semua hal yang diciptakan di dunia ini paasti ada sejarahnya. sejarah munculnya, sejarah berkembangnya, sejarah mengapa bisa ada dan tercipta. Semuanya ada cerita sejarahnya, kecuali Tuhan. 

Karena Tuhan Sang Pencipta Sejarah...

Selasa, 19 Juni 2018

Penerapan Model CTL Dalam Pembelajaran Sejarah


Penerapan Model CTL Dalam Pembelajaran Sejarah
I.       Pendahuluan
1.      Latar Belakang Masalah
Kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan penting dan paling utama di sekolah, disamping proses pendidikanyang berlangsung di luar kelas, karena itu proses belajar mengajar selalu menjadi perhatian. Pengembangan kegiatan belajar mengajar di sekolah telah lama diupayakan, baik itu oleh pemerintah maupun para pegiat pendidikan, baik di Indonesia atau diluar negeri. Paradigma lama mengenai kegiatan mengajar hanyalah memandangnya sebagai proses transfer pengetahuan dari guru ke murid. Padahal mengajar lebih dari sekedar memberi pengetahuan ataupun memberi penjelasan kepada murid di depan kelas. Menurut Jean Piaget belajar lebih dari sekedar transfer pengetahuan dari  guru ke murid. Tapi di dalamnya juga berperan faktor subjekif siswa, yakni proses berfikir siswa dalam mengembangkan pemahamannya.
Penjelasan yang menyatakan bahwa mengajar adalah sama dengan bertutur (telling) sudah tidak dapat diterima oleh para ahli pendidikan dewasa ini sebab para peneliti di bidang psikologi tentang belajar mengajar telah menemukan sesuatu yang baru mengenai konsep mengajar. Konsep  lama mengenai mengajar yaitu menyampaikan informasi belaka sudah ditinggalkan, sebab dengan hanya sekedar menyampaikan informasi kepada siswa berarti baru menyentuh sebagian kecil saja dari tugas mengajar yang sebenarnya.menurut konsep modern tentang mengajar adalah hal yang menyebabkan siswa belajar dan memperoleh pengetahuan yang diharapkannya, keterampilan, dan juga cara-cara yang baik dalam hidup di masyarakat. (Wahab, 2009:6)
Dari penjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa mengajar dengan metode ceramah saat ini sudah ketinggalan zaman dan kurang efektif. Sementara metode ceramah dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman, maka bermunculanlah macam-maca model pembelajaran yang baru. Salah satunya Contextual learning.
Selama ini pemebelajaran sejarah selalu identik dengan pelajaran yang isinya penuh dengan crita-cerita sehingga seolah-olah model atau metode yang tepat dan praktis untuk digunakan adalah metode ceramah. Padahal pemebelajaran sejarah dengan model tersebut selama ini dianggap membosankan oleh peserta didik.maka itu harus digunakan model pembelajaran yang lebih modern, dalam pembahasan makalah ini akan dipilih model CTL atau Contextual Teaching and Learning.
2.      Rumusan Masalah
Dari pembahasan diatas maka disusunlah rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana memilih pendekatan, strategi,  dan model pembelajaran saat menyusun rencana pembelajaran?
2.      Bagaimana  bentuk dan penerapan dari model CTL atau Contextual Teaching Learning?
3.      Bagaimana penerapannya dalam pembelajran sejarah?


II.    Pembahasan
1.      Memilih pendekatan, strategi dan model
Sebelum melakukan pembelajaran di kelas seorang guru harus membuat perancanaan pembelajaran yang baik agar pelajaran menjadi terarah dan efisien. Di dalam rencana pembelajaran terdapat model, pendekatan, strategi dan metode, keempatnya saling terkait dan menjadi desain utama dalam suatu rancangan pembelajaran.
Dalam memilih pendekatan, startegi dan model pembelajaran harus disesuaikan dengan dasar filosofis  dan tujuan pendidikan Nasional. Setiap bangsa dan negara memiliki nilai – nilai filosofis yang berbeda baik dalam dasar Negara maupun mental dan sikap bangsa. .“Perbedaan filsafat dengan sendirinya akan menimbulkan perbedaan dalam tujuan pendidikan, jadi juga bahan pelajaran yang disajikan, mungkin juga cara mengajar dan menilainya” (Nasution, 2009 hlm 11). Maka pembelajaran di sekolah-sekolah di Negara Indonesia haruslah berdasarkan dasar Negara Indonesia. Dasar Pendidikan di Indonesia telah diatur dalam Pasal 2 Undang Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem  Pendidikan Nasional bahwa  “Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945” (dalam Ruhimat, 2006 hlm 214). Maka guru, dalam memilih pendekatan, strategi dan model pembelajaran harus mengandung nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, terjadi interaksi antara guru dengan para siswa dan antara siswa dengan siswa lainnya. Proses sosialisasi terjadi di kelas antar individu-individu yang berbeda. Dalam proses sosial yang terjadi tersebut semua individu saling berinteraksi untuk membahas satu topik yang sama dalam satu pola yang sama yang telah ditentukan oleh guru. Pola tersebut terbentuk dalam pendekatan strategi dan metode belajar. Dalam memilih pendekatan pembelajaran guru harus mempertimbangkan kondisi siswa dan lingkungan tempat belajar. Selain itu juga disesuaikan dengan materi yang akan dibahas. Di dalam buku strategi belajar mengajar yang ditulis oleh Djamarah dan Zain (1997), terdapat berbagai macam pendekatan diantaranya ; pendekatan individual, pendekatan kelompok, pendekatan bervariasi, pendekatan edukatif, pendekatan pengalaman, pendekatan pembiasaan, pendekatan emosional, pendekatan rasional, pendekatan fungsional, pendekatan keagamaan, dan pendekatan kebermaknaan.
Pemilihan strategi dan metode pembelajaran tak kalah pentingnya. Strategi  pembelajaran adalah “pola-pola umum kegiatan guru-anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan”(Djamarah dan Zain 1997 hlm 5). Sedangkan metode mengajar ialah “cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran”(Sudjana, 1998 hlm 76). Dalam pemilihan pendekatan strategi dan metode disesuaikan dengan beberapa hal sebagai berikut;
1)      Tujuan pembelajaran atau tujuan pendidikan yang ingin dicapai
2)      Peranan guru dan siswa yang diharapkan dalam mencapai tujuan pembelajaran
3)      Karakterisitik mata pelajaran atau bidang studi
4)      Kondisi lingkungan belajar, yaitu keadaan lingkungan serta sarana dan waktu pembelajaran yang tersedia. (Ruhimat, 2006 hlm 216)

2.      Model Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Pengalaman adalah guru yang baik. Karena itu kita harus belajar dari pengalaman. Seperti yang dikatakan Djamarah dan Zain (1997 hlm 70), “Pengalaman adalah guru yang tanpa jiwa, namun selalu dicari oleh siapapun juga. Belajar dari pengalaman adalah lebih baik daripada sekadar bicara, dan tidak pernah berbuat sama sekali”.
Model CTL atau Contextual Teaching and Learning membawa pengalaman kedalam pengajaran di kelas dimana guru mengaitkan antara materi yang dipelajari di kelas dengan konteks kehidupan siswa sehari – hari. “Dalam pembelajaran kontekstual ada tujuh prinsip pembelajaran yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu : 1) konstruktivisme, 2) menemukan (Inquiry), 3) bertanya, 4) masyarakat belajar, 5) pemodelan, 6) refleksi, dan 7) penilaian sebenarnya” (Ruhimat, 2006 hlm 206).
a)      Konstruktivisme
“Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) dalam pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas” (Ruhimat, 2006 hlm 206). Jadi pada tahap konstruktivisme ini guru memberikan bekal pengetahuan mengenai seperangkat fakta, konsep dan teori yang  menjadi landasan  konten pembelajaran yang akan dibahas. Bekal pengetahuan tersebut untuk mengkonstruksi pengetahuan siswa. “Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar”(Budiningsih, 2005 hlm 59).
b)      Inquiry (Menemukan)
Setelah siswa diberi landasan penegtahuan sebagai modal mereka berfikir, kemudian pembelajaran masuk ke dalam tahap inquiry/menemukan. Menemukan merupakan tahapan inti dari pendekatan CTL. Dalam tahapan ini siswa diberi kesempatan untuk menegmbangkan penegtahuannya melalui proses belajar mandiri. Siswa ditantang untuk mencari dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru dan mengembangkan pemahamannya mengenai konten yang sdang dibahas. “artinya proses inquiry mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan problema, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, menarik kesimpulan dan sebagainya”(Suryosubroto, 1997 hlm 193). 
c)      Bertanya
Dalam proses siswa melakukan inquiry tentu akan ada hal-hal yang kurang dimengerti oleh siswa, karena itulah siswa diberi kesempatan untuk bertanya. Tugas guru adalah membimbing siswa melalui pertanyaan yang diajukan untuk mencari dan menemukan kaitan antara konsep yang dipelajari dalam kaitan dengan kehidupan nyata. “Sebab itu tugas mengajar ialah membina rangkaian pengalaman yang dapat menjadi sumbu pengetahuan dan keterampilan pelajar”(Surakhmad, 1979 hlm 52)
d)     Masyarakat Belajar (Learning Community)
Maksud dari masyarakat belajar adalah kondisi proses belajar dikelas dalam suasana diskusi antar siswa. Menciptakan masyarakat belajar di kelas adalah tugas guru, dan kondisi seperti itu hanya dapat dilakukan oleh guru yang kreatif. Menurut Sudjana (1998 hlm 79) “diskusi adalah “tukar menukar informasi, pendapat, dan unsure-unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan elbih teliti tentang sesuatu, atau untuk mempersiapkan dan merampungkan keputusan bersama”.
e)      Pemodelan (Modeling)
Tahap pembuatan model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu keterbatasan yang dimiliki oleh para guru (Ruhimat 2006 hlm 211).
f)       Refleksi (Reflection)
Refelksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari. Dengan kata lain, refleksi adalah berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Siswa mengedepankan apa yang baru dipeljarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya (Ruhimat, 2006 hlm 212)
g)      Penilaian Sebenarnya (Authentic Assesment)
Dalam setiap model pembelajaran tentu harus ada tahap penilaian atau evaluasi. Evaluasi penting untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar siswa. Witherington dan Burton (1986) mengatakan bahwa, “evaluasi atau penilaian terhadap pekerjaan di sekolah hendaknya merupakan suatu diagnosis yang lengkap. Suatu evaluasi yang lengkap tentang usaha mempelajari suatu mata pelajaran harus menyinggung berbagai aspek dari tingkah laku murid”.

3.      Penerapan Model CTL Dalam Pembelajaran Sejarah
Banyak orang mungkin akan kebingungan bagaimana melakukan pembelajaran model kontekstual terhadap materi pembelajaran sejarah yang kajiannya adalah masa lalu, sedangkan model kontekstual adalah model yang menghubungkan antara konteks kehidupan siswa saat ini dengan materi pembelajaran yang dipelajari. Namun sesungguhnya hal itu bisa dilakukan, jika guru tersebut kreatif dan mau berfikir.
Penerapan  Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran sejarah contohnya dalam materi mengenai zaman pra sejarah. Dalam materi mengenai hasil-hasil kebudayaan zaman pra sejarah guru dapat mengaitkan mengenai konsep bangunan punden berundak yang merupakan budaya asli nenek moyang Indonesia dengan bangunan yang ada disekitar lingkungan siswa.
Bangunan yang sangat akrab dilihat setiap hari oleh siswa salah satunya masjid. Bangunan masjid di Indonesia memiliki cirri khas yakni menggunakan bentuk punden berundak pada atapnya. Dengan begitu siswa dapat memahami mengenai warisan budaya lokal yang masih terjaga hingga kini dan menjadi ciri khas arsitektur bangunan yang ada di Indonesia.
III.    Kesimpulan
Sebagai tenaga pendidik guru harus memiliki kreatifitas dalam merancang suatu pembelajaran sejarah yang menarik bagi siswa. Agar penerapan pembelajaran sejarah lebih menarik, guru dapat memilih model-model pembelajaran yang saat ini lebih banyak dan beragam ditawarkan. Salah satunya Contextual Teaching and Learning. Penerapan model ini menghubungkan materi pembelajaran di kelas  dengan konteks kehidupan siswa sehari-hari. Dalam pembelajaran sejarah kita bisa menghubungkan antara yang terjadi dimasa lalu dengan dampaknya yang dirasakan siswa dalam kehidupannya saat ini






.
Daftar Pustaka
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Nasution M.A. 2009. Asas – Asas Kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara
Sudjana, Nana. 1998. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algesindo
Surakhmad, Winarno. 1979. Metodologi Pengajaran Nasional. Bandung : Penerbit Jemmars
Suryosubroto, B. 1997. Proses Balajar Mengajar Di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta  
Ruhimat, Toto dan Tim Pengembang MKDP Kurikulikulum dan Pembelajaran. 2006. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : UPI PRESS
Wahab, Abdul Azis. 2009. Mede dan mdel-mdel Mengajar. Bandung : Alfabeta.
Witherington, H. C. dan Burton, W.H. 1986. Teknik-teknik Belajar Mengajar. Bandung : Penerbit Jemmars.