Indonesia adalah negara yang sangat multietnis. Terdiri dari
beragam suku bangsa yang
jumlahnya ratusan bahkan ribuan dan tersebar di sepanjang
kepulauan Nusantarayang membentang dari Sabang sampai
Merauke. Dari kondisi
tersebut maka penting bagi Bangsa Indonesia untuk dapat menghargai keragaman
budaya dan adat dari beragam suku
lainnyayang ada di Indonesia.Agar dapatterjalin keharmonisan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Untuk
dapat mencapai harapan terwujudnya kehidupan berbangsa
dan bernegara yang
harmonis maka diperlukan suatu upaya untuk memberi pemahaman
kepada seluruh warga negaranya
mengenai rasa toleransi
dan empati antar masyarakat. Upaya tersebut salah satunya lewat jalan pendidikan, utamanya pendidikan multikulturalisme.
Pendidikan
multikulturalisme dibangun dari
dua kata, yakni pendidikan dan multikulturalisme. Menurut
Mahfud (2011:31) pedagodig atau ilmu pendidikan berari ilmu yang menyelidiki
dan merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Jadi pendidikanPendidikandapat diartikan sebagai proses
pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan,
dan cara-cara yang mendidik.
Sedangkan
istilah multikultural merupakan kata dasar kultur yang mendapat awalan
multi. Kultur berari kebudayaan sedang multi artinya banyak, ragam, dan aneka.
Dengan demikian Multikultural berarti keragaman budaya. Sedangkan Abdullah dalam Sauqi
dan Naim (2011:125) menyatakan bahwa multikulturalisme adalah sebuah paham yang
menekankan pada kesenjangan dan kesetaraan budaya-budaya lokal dengan tanpa
mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang ada. Dengan kata lain, penekanan
utama multikulturalisme adalah pada kesetaraan budaya.
Jadi
yang dimaksud dengan
pendidikan multikulturalisme adalah sebuah tawaran model pendidikan ang
mengusung ideolgi yang memahami, menghormati, dan menghargai harkat dan martabat
manusia dimanapun dia berada dan dari manapun datangnya.(www.refferensimakalah.com)
Untuk dapat melaksanakan
pendidikan multikulturalisme maka harus
melalui kurikulum yang
menjembataninya, sebagaimana dikatakan oleh Hasan (2007:123)
bahwa “pemikiran dunia pendidikan tidak dapat dilepaskan dari pemikiran mengenai
kurikulum”. Sejak Indonesiamerdeka
hingga kini, kita
telah beberapa kali
berganti kurikulum. Mulai dari
kurikulum 1946 sampai yang
paling terbaru saat ini yaitu kurikulum 2013. Berikut adalah perkembangan pendidikan multikulturalisme
di Indonesia sejak kurikulum 1946 sampai kurikulum 2013.
Kurikulum
1946-1959
Pada
masa ini Indonesia
masih dalam masa pergolakan
politik. Setelah kita memproklamirkan kemerdekaan pada Agustus ’45 kita masih harus berjuang mempertahankan kemerdekaan
baik itu dari pihak asing
maupun dari orang-orang Indonesia yang melakukan pemberontakan terhadap pemerintah. Sehingga tahun-tahun awal kemerdekaan
kita masih belum memiliki
sistem pendidikan dan
kurikulum yang
baku. Namun meskipun begitu
kesadaran tentang pentingnya peranan pendidikan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara disadari betul oleh pemerintah.
Sebelum
memiliki undang-undang pendidikan, upaya untuk mengganti pendidikan kolonial dengan pendidikan yang bersifat nasional telah dilakukan. Suatu kenyataan yang menguntungkan bahwa Menteri Pengajaran pertama, yaitu Kihadjar Dewantara, tokoh yang selama masa
perjuangan kemerdekaan sangat
kental memperjuangkan pendidikan
Nasinal bagi bangsa yang
akan dilahirkan. Menteri
Pengajaran mengeluarkan intruksi
yang dikenal dengan nama
“Intruksi Umum kepada para
Guru”. Isinya
adalah agar para guru mengganti
sistem pengajaran kolonial dengan pengajaran
untuk membangun semangat kebangsaan. (Sjamsudin, 1993:13 dalam Hasan, 2007:124).
Jadi
pendidikan pada masa itu
lebih ditekankan kepada
membangun rasa kecintaan
terhadap bangsa dan tanah air Indonesia. Tujuannya adalah untuk membangun persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang baru saja merasakan kemerdekaan. Hal tersebuttercermin pula
dalam tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan saat itu oleh Panitia Penyelidik Pengajaran yang dipimpin oleh Ki Hadjar Dewantara. “tujuan pendidikan tersebut jelas ditunjukan untuk membentuk manusia sebagai
pribadi yang bertaqwa, hidup dengan harmoni di lingkungan
keluarga, masyarakat,bangsa, manusia, alam,
serta mampu mengembangkan
diri, masyarakat bangsa dan umat manusia”. (Hasan,
2007:124). Jadi kesimpulannya
sejak masa awal kemerdekaan pun pemerintah sudah menyadari bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang multikultural sehingga perlu ditekankan pendidikan yang bersifat pendidikan mulikultural dengan tujuan untuk meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Meskipun
pada saat itu konsep pendidikan multikultural belumlah dikenal
dan ramai diperbincangkan seperti
pada dewasa ini.
Kurikulum
1959
Setelah Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
maka Indonesia kembali ke UUD 45
dan dasar Negara Pancasila. Namun sayang pada perkembangannya kemudian masa59-65 tersebut lebih dikenal dengan
istilah masa Demokrasi Terpimpin dimana Soekarnomenjadi pemimpin diktator dan diangkat menjadi Presiden
seumur hidup. Pada masa ini muncul konsep Panca Wardhana yang menjadi landasan
bagi pengembangan kurikulum pendidikan di Indonesia. Namun hal tersebut kemudian dilaksanakan
dalam semangat
Manipol USDEK (Manifestasi Politik
Undang-undang Dasar ’45, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin Ekonmi Terpimpin
Keadilan Sosial)(….)yang digembar-gemborkan oleh Presiden Soekarno. Jadi pada masa ini tujuan pendidikan lebih ditekankan pada membentuk pribadi bangsa
sesuai harapan dari Manifestasi
Politik Presiden Soekarno. Unsur poltik sangat kentara dalam dunia
pendidikan Indonesia
pada masa ini.
Bentuk Kurikulum ini memuat 5 hal pokok berikut: membentuk manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila,
manpower,Kepribadian Kebudayaan Nasional yang luhur, ilmu dan teknologi yang tinggi dan pergerakan
rakyat dan revolusi. (Matalauni, 17 Desember 2013)
Kurikulum
pada masa Orde
Baru
Setelah Presiden Soekarnoturun dari jabatannya sebagai Presiden
Republik Indonesia, maka bangsa ini
memasuki masa rezim baru yang
berkuasa yakni
rezim Seharto
atau masa Orde Baru (Orba). Pada Masa Orde Baru terjadi beberapa pergantian kurikulum mulai
dari kurikulum 1968, 1975, 1984 sampai kurikulum 1994.
Jika
pada masa DemokrasiDemkrasiTerpimpin pendidikan
disusupi dengan doktrin Manipol USDEK, maka pada masa
Orba dilakukan upaya “pencucian”
pendidikan Nasional
dari pengaruh Manipol
USDEK. Pemerintahan
rezim Soeharto selalu
menekankan dan mengagungkan Pancasila sebagai landasan kehidupan bernegara
bangsa Indonesia,
dan Pancasila selalu dijadikan tameng pembenaran tindakan pemerintah lewattangan militer. Segala tindak tanduk pemerintah dan militer adalah upaya untuk menjaga kedaulatan Negara dan
Pancasila. Maka itulah
pendidikan yang
selalu ditekankan
dalam setiap kurikulumnya adalah pendidikan yang berbasis Pancasila
walaupun mungkin hasilnya
masih jauh dari memuaskan. MenurutYudhianta (1988:68) “ sejak Orde Barubarusistem pendidikan bertahap disempurnakan.
Untuk lebih mengarahkan pendidikan berkepribadian Indonesia, kebudayaan Indonesia,
terutama keseniannya mendapattempat lebih baikdari pada zaman Orde lama.
Pendidikan seni diarahkan pada usaha-usaha yang dapat memperkuat kepribadian Nasional
dan kebanggaan serta kesatuan nasional”. Namun harus kita cermati bahwa pada
masa Orde Baru pemerintahan dan termasuk didalamnya sistem pendidikannya
bersifat sentralisasi dengan unsur budaya Jawa yang lebih dominan (sesuai budaya
yang dianut Pak Harto itu sendiri) dan juga dalam proses pembelajarannya di sekolah, kurikulum yang digunakan pada masa
ini adalahkurikulum berbasis materi.
KBK
Kurikulum
berbasis kompetensi adalah suatu konsep kurikulum yang menekankan pada
pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa
penguasaan terhadap
seperangkat
kompetensi tertentu. Adapun tujuan dari KBK yakni :
1. Mempersiapkan
manusia Indonesia
untuk menjadi anggota masyarakat dunia
2. Memandirikan
atau memberdayakan sekolah dalam pengembangan
kompetensi yang akan disampaikan
kepada peserta
didik, sesuai dengan tuntutan Negara. Desmantelaumbanua.blogspot.com (10 oktober 2013)
Dari
tujuan no 2 diatas kita lihat bahwa Kurikulum KBK
memberikan kesempatan
kepada pihak sekolah
untuk mengembangkan kompetensi yang akan disampaikan
kepada pihak sekolah.
Kurikulum KBK adalah kurikulum yang digunakan pada masa
reformasi dimana terdapat upaya desentralisasi pembangunan.
Hal itu dilaksanakan pula
dalam proses pendidikan dimana
setiap sekolah diberi otonomi untuk mengembangkan
kurikulumnya.
Potensi
pengembangan nilai-nilai multikulturalisme sudah muncul
dalam kurikulum ini, namun belum ditekankan kearah sana. Pengembangan kompetensi memang diberikan otonomi pada pihak sekolah tetapi yang lebih ditekankan pada kemampuan
intelektual peserta didik saja belum pada
pengembangan budaya-budaya dan nilai-nilai lokal kedaerahan. Jadi
meskipun kurikulum ini sebenarnya
membuka kesempatan
pada pengembangan pendidikan multikulturalisme tetapi belum dimaksimalkan kearah sana oleh banyak tenaga pendidiknya.
KTSPKtSP
Dalam
kurikulum KTSPKtsp
pengembangan kompetensi
tetap diberikan otonomi kepada sekolah dengan mulai
dimasukannya
upaya pengembangan
pembelajaran berbasis budaya
lokal. Hal itu diimplementasikan dalam mata pelajaran muatan lokal (MULOKMULoK).
Pelaksanaan pembelajaran muatan lokal dapat dilaksanakan secara
berkesinambungan sesuai dengan kompetensi yang dicapai. Mata pelajaran muatan lokal bertujuan untuk
memberikan bekal pengetahuan,keterampilan dan perilaku kepada peserta didik
agar mereka memiliki wawasan yang
mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan
nilai-nilai/aturan yang
berlaku di daerahnya
dan mendukung kelangsungan pembangunan nasional, Puskur (2008). Jadi dalam KTSPKtSP
kesadaran untuk
mengoptimalkan pembelajaran
berdasarkan keragaman budaya
di Indonesia telah
dilaksanakan, namun hal itu belumlah sampai kepada pembelajaran berbasis multikultural.
Kurikulum
yang dihasilkan mungkin
saja dikembangkan berdasarkan pendekatan budaya tapi tidak berarti menjadi kurikulum yang berdasarkan pendekatan
multikultural. Kurikulum yang
menggunakan pendekatan multikultural haruslah dikembangkan dengan kesadaran dan
pemahaman yang
mendalam tentang pendekatan multikultural.Atas dasar posisi multikultural
sebagai pendekatan dalam pengembangan kurikulum maka pendekatan multikultural
untuk kurikulum diartikan sebagai suatu prinsip yang menggunakan keragaman kebudayaan peserta didik dalam
mengembangkan filosofi, misi, tujuan, dan komponen kurikulum, serta
lingkungan belajar sehingga siswa dapat
menggunakan kebudayaan
pribadinya untuk memahami dan
mengembangkan berbagai konsep,
wawasan, keterampilan, nilai, sikap, dan moral yang diharapkan. Suatu prinsip yang harus diperhatikan
dalam pengembangan kurikulum multikultural adalah ketiadaan keseragaman dalam
kurikulum….(Paradesa, 30 Januari 2009)
Kurikulum
2013
Penekanan
mengenai pendidikan multikultural sangat didorong oleh pemerintah dalam
Kurikulum 2013. Kesadaran akan pentingnya pendidikan multikultural dituangkan
di Kurikulum 2013 dalam beragam bentuk. Salah satunyaKurikulum 2013
didesain untuk memperkuat ke-Indonesiaan yang merupakan
Negara plural atau multikultural. Hal initercermin dalam buku-buku
teks untuk mendukung pelajaran. Penanaman pendidikan multikultural melalui Kurikulum
2013 merupakan langkah yang
diambil pemerintah untuk mentransformasikan pendidikan nasional. Selain itu
juga dapat kita lihat dari materi yang diajarkan yang juga ikut mengangkat
budaya dan kearifan lokal setempat. Contohnya dalam pelajaran Sejarah, tidak
lagi hanya mngangkat tokoh-tokoh nasional yang mayoritas dari pulau Jawa tapi
juga mengangkat tokoh-tokoh pahlawan local dan perjuangan-perjuangan yang
dilakukan didaerah. Bahkan diupayakan ada tokoh perwakilan dari setiap pulau
yang memanifestasikan beragam wilayah dan etnis di Indonesia.
Langkah
tersebut diambil dengan harapan dapatmembentuk generasi muda Indonesia yang kreatif, inovatif, dan berkarakter.Penanaman
pendidikan multikultural akan tercermin dalam berbagai buku teks yang digunakan untuk
mendukung proses
pembelajaran. www.guraru.org
Penyelenggaraan
pendidikan multikultural di dunia pendidikan diyakini dapat menjadi solusi
nyata bagi konflik dan disharmonisasi yang terjadi di masyarakat, khususnya
yang kerap terjadi di masyarakat Indonesia yang secara realitas plural. Dengan
kata lain, pendidikan multicultural dapat menjadi sarana alternatif pemecahan
konflik sosial budaya.
Daftar Pustaka
Pusat Kurikulum, 2008. Model pengembangan MataMaa
Pelajaran MuatanMuaan Lokal. http://www.puskur.net/
diakses pada tanggal 29 Maret 2016.
Paradesa,
Reni. 2009. Pengembangan Mata Pelajaran
Muatan Lokal dalam KTSPKSP
berwawasanMultikultural.https://retnimath.wordpress.com.
Diakses tanggal 29 Maret 2016.
Yudhianta, A.A. 1988. Sejarah BudayaBudaa 2; Program PengetahuanBudaya.Budaa. Klaten: PT.Pt.
Intan Pariwara
Hasan,
Said Hamid. 2007. Perkembangan Kurikulum
Pendidikan Sejarah di IndonesiaIndnesia pada Masa
Kemerdekaan. Kumpulan Jurnal ; Pendidikan dan Pensejarahan Nasionalpensejarahan
Nasinal Sentrik. Bandung : HistoriaHistria
Utama Press.
Nn. Tanpa
judul. Diposting tanggal 10 Oktoberoktober 2013. www.desmantelaumbanua.blgspot.com. Diakses tanggal 29 Maret 2016
Matalauni,
Ilham D. 2013. 10 Kurikulum ang pernah
berlaku di Indonesia. http://motivator87.blogspot.com.
Diakses tanggal 29 Maret 2016
Nn. Multikultural di kurikulum 2013 : Keragaman dan toleransi. www.guraru.org.www.guraru.0rg. Diakses tanggal 30 MaretMare
2016
Naim, Ngainun
dan Sauqi, Achmad. 2011. Pendidikan
Multikultural : Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Mahfud,
Choirul. 2011. Pendidikan Multikultural.
Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar