Selasa, 19 Juni 2018

Pendidikan Multikulturalisme di Indonesia


Pendidikan Multikulturalisme di Indonesia
Indonesia adalah negara yang sangat multietnis. Terdiri dari beragam suku bangsa yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan dan tersebar di sepanjang kepulauan Nusantarayang membentang dari Sabang sampai Merauke. Dari kondisi tersebut maka penting bagi Bangsa Indonesia untuk dapat menghargai keragaman budaya dan adat dari beragam suku lainnyayang ada di Indonesia.Agar dapatterjalin keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk dapat mencapai harapan terwujudnya kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis maka diperlukan suatu upaya untuk memberi pemahaman kepada seluruh warga negaranya mengenai rasa toleransi dan empati antar masyarakat. Upaya tersebut salah satunya lewat jalan pendidikan, utamanya pendidikan multikulturalisme.
Pendidikan multikulturalisme dibangun dari dua kata, yakni pendidikan dan multikulturalisme. Menurut Mahfud (2011:31) pedagodig atau ilmu pendidikan berari ilmu yang menyelidiki dan merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Jadi pendidikanPendidikandapat diartikan sebagai proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan, dan cara-cara yang mendidik.
Sedangkan istilah multikultural merupakan kata dasar kultur yang mendapat awalan multi. Kultur berari kebudayaan sedang multi artinya banyak, ragam, dan aneka. Dengan demikian Multikultural berarti keragaman budaya. Sedangkan Abdullah dalam Sauqi dan Naim (2011:125) menyatakan bahwa multikulturalisme adalah sebuah paham yang menekankan pada kesenjangan dan kesetaraan budaya-budaya lokal dengan tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang ada. Dengan kata lain, penekanan utama multikulturalisme adalah pada kesetaraan budaya.
Jadi yang dimaksud dengan pendidikan multikulturalisme adalah sebuah tawaran model pendidikan ang mengusung ideolgi yang memahami, menghormati, dan menghargai harkat dan martabat manusia dimanapun dia berada dan dari manapun datangnya.(www.refferensimakalah.com)   
Untuk dapat melaksanakan pendidikan multikulturalisme maka harus melalui kurikulum yang menjembataninya, sebagaimana dikatakan oleh Hasan (2007:123) bahwa “pemikiran dunia pendidikan tidak dapat dilepaskan dari pemikiran mengenai kurikulum”. Sejak Indonesiamerdeka hingga kini, kita telah beberapa kali berganti kurikulum. Mulai dari kurikulum 1946 sampai yang paling terbaru saat ini yaitu kurikulum 2013. Berikut adalah perkembangan pendidikan multikulturalisme di Indonesia sejak kurikulum 1946 sampai kurikulum 2013.
Kurikulum 1946-1959
Pada masa ini Indonesia masih dalam masa pergolakan politik. Setelah kita memproklamirkan kemerdekaan  pada Agustus ’45 kita masih harus berjuang mempertahankan kemerdekaan baik itu dari pihak asing maupun dari  orang-orang Indonesia yang melakukan pemberontakan terhadap pemerintah. Sehingga tahun-tahun awal kemerdekaan kita masih belum memiliki sistem pendidikan dan kurikulum yang baku. Namun meskipun begitu kesadaran tentang pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara disadari betul oleh pemerintah.
Sebelum memiliki undang-undang pendidikan, upaya untuk mengganti pendidikan kolonial dengan pendidikan yang bersifat nasional telah dilakukan. Suatu kenyataan yang menguntungkan bahwa Menteri Pengajaran pertama, yaitu Kihadjar Dewantara, tokoh yang selama masa perjuangan kemerdekaan sangat kental memperjuangkan pendidikan Nasinal bagi bangsa yang akan dilahirkan. Menteri Pengajaran mengeluarkan intruksi yang dikenal dengan nama “Intruksi Umum kepada para Guru”. Isinya adalah agar para guru mengganti sistem pengajaran kolonial dengan pengajaran untuk membangun semangat kebangsaan.  (Sjamsudin, 1993:13 dalam Hasan, 2007:124).
Jadi pendidikan pada masa itu lebih ditekankan kepada membangun rasa kecintaan terhadap bangsa dan tanah air Indonesia. Tujuannya adalah untuk membangun persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang baru saja  merasakan kemerdekaan. Hal tersebuttercermin pula dalam tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan saat itu oleh Panitia Penyelidik Pengajaran yang dipimpin oleh Ki Hadjar Dewantara. “tujuan pendidikan tersebut jelas ditunjukan untuk membentuk manusia sebagai pribadi yang bertaqwa, hidup dengan harmoni di lingkungan keluarga, masyarakat,bangsa, manusia, alam, serta mampu mengembangkan diri, masyarakat bangsa dan umat manusia”. (Hasan, 2007:124). Jadi kesimpulannya sejak masa awal kemerdekaan pun pemerintah sudah menyadari bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang multikultural sehingga perlu ditekankan pendidikan yang bersifat pendidikan mulikultural dengan tujuan untuk meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Meskipun pada saat itu konsep pendidikan multikultural belumlah dikenal dan ramai diperbincangkan seperti pada dewasa ini.
Kurikulum 1959
Setelah Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka Indonesia kembali ke UUD 45 dan dasar Negara Pancasila. Namun sayang pada perkembangannya kemudian masa59-65 tersebut lebih dikenal dengan istilah masa Demokrasi Terpimpin dimana Soekarnomenjadi pemimpin diktator dan diangkat menjadi Presiden seumur hidup. Pada masa ini muncul konsep Panca Wardhana yang menjadi landasan bagi pengembangan kurikulum pendidikan di Indonesia. Namun hal tersebut kemudian dilaksanakan dalam semangat Manipol USDEK (Manifestasi Politik Undang-undang Dasar ’45, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin Ekonmi Terpimpin Keadilan Sosial)(….)yang digembar-gemborkan oleh Presiden Soekarno. Jadi pada masa ini tujuan  pendidikan lebih ditekankan pada membentuk pribadi bangsa sesuai harapan dari Manifestasi Politik Presiden Soekarno. Unsur poltik sangat kentara dalam dunia pendidikan Indonesia pada masa ini.
Bentuk Kurikulum ini memuat 5 hal pokok berikut: membentuk manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila, manpower,Kepribadian Kebudayaan Nasional yang luhur, ilmu dan teknologi yang tinggi dan pergerakan rakyat dan revolusi. (Matalauni, 17 Desember 2013)
Kurikulum pada masa Orde Baru
Setelah Presiden Soekarnoturun dari jabatannya sebagai Presiden Republik  Indonesia, maka bangsa ini memasuki masa rezim baru yang berkuasa yakni rezim Seharto atau masa Orde Baru (Orba). Pada Masa Orde Baru terjadi beberapa pergantian kurikulum mulai dari kurikulum 1968, 1975, 1984 sampai kurikulum 1994.
Jika pada masa DemokrasiDemkrasiTerpimpin pendidikan disusupi dengan doktrin Manipol USDEK, maka pada masa Orba dilakukan upaya “pencucian” pendidikan Nasional dari pengaruh Manipol USDEK. Pemerintahan rezim Soeharto selalu menekankan dan mengagungkan Pancasila sebagai landasan kehidupan bernegara bangsa Indonesia, dan Pancasila selalu  dijadikan tameng pembenaran tindakan pemerintah lewattangan militer. Segala tindak tanduk pemerintah dan militer adalah upaya untuk menjaga kedaulatan Negara dan Pancasila. Maka itulah pendidikan yang selalu ditekankan dalam setiap kurikulumnya adalah pendidikan yang berbasis Pancasila walaupun mungkin hasilnya masih jauh dari memuaskan. MenurutYudhianta (1988:68) “ sejak Orde Barubarusistem pendidikan bertahap disempurnakan. Untuk lebih mengarahkan pendidikan berkepribadian Indonesia, kebudayaan Indonesia, terutama keseniannya mendapattempat lebih baikdari pada zaman Orde lama. Pendidikan seni diarahkan pada usaha-usaha yang dapat memperkuat kepribadian Nasional dan kebanggaan serta kesatuan nasional”. Namun harus kita cermati bahwa pada masa Orde Baru pemerintahan dan termasuk didalamnya sistem pendidikannya bersifat sentralisasi dengan unsur budaya Jawa yang lebih dominan (sesuai budaya yang dianut Pak Harto itu sendiri) dan juga dalam proses pembelajarannya di sekolah, kurikulum yang digunakan pada masa ini adalahkurikulum berbasis materi.
KBK
Kurikulum berbasis kompetensi adalah suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Adapun tujuan dari KBK yakni :
1.      Mempersiapkan manusia Indonesia untuk menjadi anggota masyarakat dunia
2.      Memandirikan atau memberdayakan sekolah dalam pengembangan kompetensi yang akan disampaikan kepada peserta didik, sesuai dengan tuntutan Negara. Desmantelaumbanua.blogspot.com (10 oktober 2013)
Dari tujuan no 2 diatas kita lihat bahwa Kurikulum KBK memberikan kesempatan kepada pihak sekolah untuk mengembangkan kompetensi yang akan disampaikan kepada pihak sekolah. Kurikulum KBK adalah kurikulum  yang digunakan pada masa reformasi dimana terdapat upaya desentralisasi pembangunan. Hal itu dilaksanakan pula dalam proses pendidikan dimana setiap sekolah diberi otonomi untuk mengembangkan kurikulumnya. Potensi pengembangan nilai-nilai multikulturalisme sudah muncul dalam kurikulum ini, namun belum ditekankan kearah sana. Pengembangan kompetensi memang diberikan otonomi pada pihak sekolah tetapi yang lebih ditekankan pada kemampuan intelektual peserta didik saja belum pada pengembangan budaya-budaya dan nilai-nilai lokal kedaerahan. Jadi meskipun kurikulum ini sebenarnya membuka kesempatan pada pengembangan pendidikan multikulturalisme tetapi belum dimaksimalkan kearah sana oleh banyak tenaga pendidiknya.
KTSPKtSP
Dalam kurikulum KTSPKtsp pengembangan kompetensi tetap diberikan otonomi kepada sekolah dengan mulai dimasukannya upaya pengembangan pembelajaran berbasis budaya lokal. Hal itu diimplementasikan dalam mata pelajaran muatan lokal (MULOKMULoK). Pelaksanaan pembelajaran muatan lokal dapat dilaksanakan secara berkesinambungan sesuai dengan kompetensi yang dicapai. Mata pelajaran muatan lokal bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan,keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan nasional, Puskur (2008). Jadi dalam KTSPKtSP kesadaran untuk mengoptimalkan pembelajaran berdasarkan keragaman budaya di Indonesia telah dilaksanakan, namun hal itu belumlah sampai kepada pembelajaran berbasis multikultural.
Kurikulum yang dihasilkan mungkin saja dikembangkan berdasarkan pendekatan budaya tapi tidak berarti menjadi kurikulum yang berdasarkan pendekatan multikultural. Kurikulum yang menggunakan pendekatan multikultural haruslah dikembangkan dengan kesadaran dan pemahaman yang mendalam tentang pendekatan multikultural.Atas dasar posisi multikultural sebagai pendekatan dalam pengembangan kurikulum maka pendekatan multikultural untuk kurikulum diartikan sebagai suatu prinsip yang menggunakan keragaman kebudayaan peserta didik dalam mengembangkan filosofi, misi, tujuan, dan komponen kurikulum, serta lingkungan belajar sehingga  siswa dapat menggunakan kebudayaan pribadinya untuk memahami dan mengembangkan berbagai konsep, wawasan, keterampilan, nilai, sikap, dan moral yang diharapkan. Suatu prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum multikultural adalah ketiadaan keseragaman dalam kurikulum….(Paradesa, 30 Januari 2009)
Kurikulum 2013
Penekanan mengenai pendidikan multikultural sangat didorong oleh pemerintah dalam Kurikulum 2013. Kesadaran akan pentingnya pendidikan multikultural dituangkan di Kurikulum 2013 dalam beragam bentuk. Salah satunyaKurikulum 2013 didesain untuk memperkuat ke-Indonesiaan yang merupakan Negara plural atau multikultural. Hal initercermin dalam buku-buku teks untuk mendukung pelajaran. Penanaman pendidikan multikultural melalui Kurikulum 2013 merupakan langkah yang diambil pemerintah untuk mentransformasikan pendidikan nasional. Selain itu juga dapat kita lihat dari materi yang diajarkan yang juga ikut mengangkat budaya dan kearifan lokal setempat. Contohnya dalam pelajaran Sejarah, tidak lagi hanya mngangkat tokoh-tokoh nasional yang mayoritas dari pulau Jawa tapi juga mengangkat tokoh-tokoh pahlawan local dan perjuangan-perjuangan yang dilakukan didaerah. Bahkan diupayakan ada tokoh perwakilan dari setiap pulau yang memanifestasikan beragam wilayah dan etnis di Indonesia.
Langkah tersebut diambil dengan harapan dapatmembentuk generasi muda Indonesia yang kreatif, inovatif, dan berkarakter.Penanaman pendidikan multikultural akan tercermin dalam berbagai buku teks yang digunakan untuk mendukung proses pembelajaran. www.guraru.org
Penyelenggaraan pendidikan multikultural di dunia pendidikan diyakini dapat menjadi solusi nyata bagi konflik dan disharmonisasi yang terjadi di masyarakat, khususnya yang kerap terjadi di masyarakat Indonesia yang secara realitas plural. Dengan kata lain, pendidikan multicultural dapat menjadi sarana alternatif pemecahan konflik sosial budaya.













Daftar Pustaka
Pusat Kurikulum, 2008. Model pengembangan MataMaa Pelajaran MuatanMuaan Lokal. http://www.puskur.net/ diakses pada tanggal 29 Maret 2016.
Paradesa, Reni. 2009. Pengembangan Mata Pelajaran Muatan Lokal dalam KTSPKSP berwawasanMultikultural.https://retnimath.wordpress.com. Diakses tanggal 29 Maret 2016.
Yudhianta, A.A. 1988. Sejarah BudayaBudaa 2; Program PengetahuanBudaya.Budaa. Klaten: PT.Pt. Intan Pariwara  
Hasan, Said Hamid. 2007. Perkembangan Kurikulum Pendidikan Sejarah di IndonesiaIndnesia pada Masa Kemerdekaan. Kumpulan Jurnal ; Pendidikan dan Pensejarahan Nasionalpensejarahan Nasinal Sentrik. Bandung : HistoriaHistria Utama Press.
Nn. Pengertian Pendidikan Multikultural. www.refferensimakalah.com. Diakses tanggal 29 Maret 2016 .
Nn. Tanpa judul. Diposting tanggal 10 Oktoberoktober 2013. www.desmantelaumbanua.blgspot.com. Diakses tanggal  29 Maret 2016
Matalauni, Ilham D. 2013. 10 Kurikulum ang pernah berlaku di Indonesia. http://motivator87.blogspot.com. Diakses tanggal 29 Maret 2016
Nn. Multikultural di kurikulum 2013 : Keragaman dan toleransi. www.guraru.org.www.guraru.0rg. Diakses tanggal 30 MaretMare 2016
Naim, Ngainun dan Sauqi, Achmad. 2011. Pendidikan Multikultural : Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Mahfud, Choirul. 2011. Pendidikan Multikultural. Jogjakarta: Pustaka Pelajar





Tidak ada komentar:

Posting Komentar