Model Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Pengalaman adalah guru yang baik. Karena
itu kita harus belajar dari pengalaman. Seperti yang dikatakan Djamarah dan
Zain (1997 hlm 70), “Pengalaman adalah guru yang tanpa jiwa, namun selalu
dicari oleh siapapun juga. Belajar dari pengalaman adalah lebih baik daripada
sekadar bicara, dan tidak pernah berbuat sama sekali”.
Model CTL atau Contextual Teaching and Learning membawa pengalaman kedalam
pengajaran di kelas dimana guru mengaitkan antara materi yang dipelajari di
kelas dengan konteks kehidupan siswa sehari – hari. “Dalam pembelajaran
kontekstual ada tujuh prinsip pembelajaran yang harus dikembangkan oleh guru,
yaitu : 1) konstruktivisme, 2) menemukan (Inquiry),
3) bertanya, 4) masyarakat belajar, 5) pemodelan, 6) refleksi, dan 7) penilaian
sebenarnya” (Ruhimat, 2006 hlm 206).
a) Konstruktivisme
“Konstruktivisme
merupakan landasan berfikir (filosofi) dalam pendekatan CTL, yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas” (Ruhimat, 2006 hlm 206). Jadi pada tahap
konstruktivisme ini guru memberikan bekal pengetahuan mengenai seperangkat
fakta, konsep dan teori yang menjadi
landasan konten pembelajaran yang akan
dibahas. Bekal pengetahuan tersebut untuk mengkonstruksi pengetahuan siswa.
“Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar
proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar”(Budiningsih,
2005 hlm 59).
b) Inquiry
(Menemukan)
Setelah
siswa diberi landasan penegtahuan sebagai modal mereka berfikir, kemudian
pembelajaran masuk ke dalam tahap inquiry/menemukan. Menemukan merupakan
tahapan inti dari pendekatan CTL. Dalam tahapan ini siswa diberi kesempatan
untuk menegmbangkan penegtahuannya melalui proses belajar mandiri. Siswa
ditantang untuk mencari dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru dan
mengembangkan pemahamannya mengenai konten yang sdang dibahas. “artinya proses
inquiry mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya
merumuskan problema, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan
data, menganalisis data, menarik kesimpulan dan sebagainya”(Suryosubroto, 1997
hlm 193).
c) Bertanya
Dalam
proses siswa melakukan inquiry tentu akan ada hal-hal yang kurang dimengerti
oleh siswa, karena itulah siswa diberi kesempatan untuk bertanya. Tugas guru
adalah membimbing siswa melalui pertanyaan yang diajukan untuk mencari dan
menemukan kaitan antara konsep yang dipelajari dalam kaitan dengan kehidupan
nyata. “Sebab itu tugas mengajar ialah membina rangkaian pengalaman yang dapat
menjadi sumbu pengetahuan dan keterampilan pelajar”(Surakhmad, 1979 hlm 52)
d) Masyarakat
Belajar (Learning Community)
Maksud
dari masyarakat belajar adalah kondisi proses belajar dikelas dalam suasana
diskusi antar siswa. Menciptakan masyarakat belajar di kelas adalah tugas guru,
dan kondisi seperti itu hanya dapat dilakukan oleh guru yang kreatif. Menurut
Sudjana (1998 hlm 79) “diskusi adalah “tukar menukar informasi, pendapat, dan
unsure-unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian
bersama yang lebih jelas dan elbih teliti tentang sesuatu, atau untuk
mempersiapkan dan merampungkan keputusan bersama”.
e) Pemodelan
(Modeling)
Tahap
pembuatan model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran
agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu
keterbatasan yang dimiliki oleh para guru (Ruhimat 2006 hlm 211).
f) Refleksi
(Reflection)
Refelksi
adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari.
Dengan kata lain, refleksi adalah berpikir ke belakang tentang apa-apa yang
sudah dilakukan di masa lalu. Siswa mengedepankan apa yang baru dipeljarinya
sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi
dari pengetahuan sebelumnya (Ruhimat, 2006 hlm 212)
g) Penilaian
Sebenarnya (Authentic Assesment)
Dalam setiap
model pembelajaran tentu harus ada tahap penilaian atau evaluasi. Evaluasi
penting untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar siswa. Witherington dan
Burton (1986) mengatakan bahwa, “evaluasi atau penilaian terhadap pekerjaan di
sekolah hendaknya merupakan suatu diagnosis yang lengkap. Suatu evaluasi yang
lengkap tentang usaha mempelajari suatu mata pelajaran harus menyinggung
berbagai aspek dari tingkah laku murid”.
Penerapan Model Contextual Teaching and Learning (CTL)
dalm pembelajaran sejarah contohnya dalam materi mengenai zaman pra sejarah.
Dalam materi mengenai hasil-hasil kebudayaan zaman pra sejarah guru dapat
mengaitkan mengenai konsep bangunan punden berundak yang merupakan budaya asli
nenek moyang Indonesia dengan bangunan yang ada disekitar lingkungan siswa.
Bangunan yang sangat akrab dilihat setiap hari oleh siswa salah satunya masjid.
Bangunan masjid di Indonesia memiliki cirri khas yakni menggunakan bentuk
punden berundak pada atapnya. Dengan begitu siswa dapat memahami mengenai
warisan budaya local yang masih terjaga hingga kini dan menjadi ciri khas
arsitektur bangunan yang ada di Indonesia.
4.
Memilih
Pendekatan, Strategi, dan Model Pembelajaran
Dalam memilih pendekatan, startegi dan model
pembelajaran harus disesuaikan dengan dasar filosofis dan tujuan pendidikan Nasional. Setiap bangsa
dan negara memiliki nilai – nilai filosofis yang berbeda baik dalam dasar
Negara maupun mental dan sikap bangsa. .“Perbedaan filsafat dengan sendirinya
akan menimbulkan perbedaan dalam tujuan pendidikan, jadi juga bahan pelajaran
yang disajikan, mungkin juga cara mengajar dan menilainya” (Nasution, 2009 hlm
11). Maka pembelajaran di sekolah-sekolah di Negara Indonesia haruslah
berdasarkan dasar Negara Indonesia. Dasar Pendidikan di Indonesia telah diatur
dalam Pasal 2 Undang Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional bahwa “Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun
1945” (dalam Ruhimat, 2006 hlm 214). Maka guru, dalam memilih pendekatan,
strategi dan model pembelajaran harus mengandung nilai-nilai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945
Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, terjadi
interaksi antara guru dengan para siswa dan antara siswa dengan siswa lainnya. Proses
sosialisasi terjadi di kelas antar individu-individu yang berbeda. Dalam proses
sosial yang terjadi tersebut semua individu saling berinteraksi untuk membahas
satu topik yang sama dalam satu pola yang sama yang telah ditentukan oleh guru.
Pola tersebut terbentuk dalam pendekatan strategi dan metode belajar. Dalam
memilih pendekatan pembelajaran guru harus mempertimbangkan kondisi siswa dan
lingkungan tempat belajar. Selain itu juga disesuaikan dengan materi yang akan
dibahas. Di dalam buku strategi belajar mengajar yang ditulis oleh Djamarah dan
Zain (1997), terdapat berbagai macam pendekatan diantaranya ; pendekatan
individual, pendekatan kelompok, pendekatan bervariasi, pendekatan edukatif,
pendekatan pengalaman, pendekatan pembiasaan, pendekatan emosional, pendekatan
rasional, pendekatan fungsional, pendekatan keagamaan, dan pendekatan
kebermaknaan.
Pemilihan strategi dan metode pembelajaran tak kalah
pentingnya. Strategi pembelajaran adalah
“pola-pola umum kegiatan guru-anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar
mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan”(Djamarah dan Zain 1997
hlm 5). Sedangkan metode mengajar ialah “cara yang dipergunakan guru dalam
mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran”(Sudjana,
1998 hlm 76). Dalam pemilihan pendekatan strategi dan metode disesuaikan dengan
beberapa hal sebagai berikut;
1) Tujuan
pembelajaran atau tujuan pendidikan yang ingin dicapai
2) Peranan
guru dan siswa yang diharapkan dalam mencapai tujuan pembelajaran
3) Karakterisitik
mata pelajaran atau bidang studi
4) Kondisi
lingkungan belajar, yaitu keadaan lingkungan serta sarana dan waktu
pembelajaran yang tersedia. (Ruhimat, 2006 hlm 216)
Daftar Pustaka
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta :
Rineka Cipta
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan.
1997. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta
: Rineka Cipta.
Nasution M.A. 2009. Asas – Asas Kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara
Sudjana, Nana. 1998. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar.
Bandung : Sinar Baru Algesindo
Surakhmad, Winarno. 1979. Metodologi Pengajaran Nasional. Bandung
: Penerbit Jemmars
Suryosubroto, B. 1997. Proses Balajar Mengajar Di Sekolah. Jakarta
: Rineka Cipta
Ruhimat, Toto dan Tim Pengembang MKDP
Kurikulikulum dan Pembelajaran. 2006. Kurikulum
dan Pembelajaran. Bandung : UPI PRESS
Witherington, H. C. dan Burton, W.H. 1986.
Teknik-teknik Belajar Mengajar.
Bandung : Penerbit Jemmars.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar